Meskipun Hanya Sebesar Tempat Burung Qathaah Bertelur

oleh: ustadz Mohammad Fauzil Adhim

Dakwah itu pun terus berkembang hingga tibalah masa Utsman bin ‘Affan radhiyaLlahu ‘anhu menjabat sebagai khalifah, pelanjut tampuk kepemimpinan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Masjid Nabawi yang dulu didirikan oleh Nabi, kini dirasa tak lagi memadai. Maka Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyaLlahu ‘anhu pun bermaksud untuk membangun Masjid Nabawi. Tetapi keputusan itu ditentang karena dianggap bermegah-megahan membangun masjid. Utsman radhiyaLlahu ‘anhu kemudian menyampaikan sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ

“Sesiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari & Muslim).

Bangunan serbaguna sekaligus musholla SGB Utrecht (bekas toko kelontongan berukuran 150 m2 yg tampak dari luar

Apakah yang dimaksud dengan semisal dengannya (مِثْلَهُ)? Bukan ukurannya yang sama. Bukan. Bukan pula bentuk dan bahan bangunan yang sama. Tetapi kekhususan tempat sebagaimana kekhususan masjid yang akan dibangunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla di surga. Sebab nikmat surga yang paling kecil saja tak terjangkau oleh mata tak tergapai oleh pikiran. Kalau kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memberi gambaran kepada kita tentang sebagian nikmat surga, itu hanyalah untuk membantu imajinasi kita membayangkan surga seraya berharap dengan sungguh-sungguh meraihnya.

Makna dari kata “semisal itu” yang lebih menunjuk pada didirikannya rumah istimewa di Jannah sebagai tambahan kenikmatan lain yang tiada terkira, akan lebih jelas lagi manakala kita memperhatikan hadis berikut ini. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

“Sesiapa membangun masjid karena Allah seumpama (ukuran) tempat burung qathaah bertelur atau lebih kecil lagi, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah).

Apa yang dimaksud dengan mafhash qathaah tersebut? Mari kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan qathaah, yakni burung rumpun dalam merpati. Nama latinnya Pterocles alchata atau dalam bahasa Inggris biasa disebut pin-tailed sandgrouse, burung yang sangat tangguh.

Di antara berbagai jenis burung, qathaah merupakan burung yang tempat bertelurnya paling sederhana. Baik di padang pasir maupun tanah tandus, qathaah hanya membuat ceruk rendah atau menandai area tempatnya bertelur mirip lingkaran kecil yang cukup untuk tempat menetas tiga telur.

Penggambaran ini menunjukkan, sesederhana apa pun kita membangun masjid jika benar-benar karena mengharap ridha Allah Ta’ala semata, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan bangunkan baginya rumah di surga. Bahkan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam menegaskan dengan ungkapan “أَوْ أَصْغَرَ” (atau lebih kecil). Padahal tempat bertelurnya burung qathaah sudah sangat kecil dan teramat sederhana.

Jika kita kaitkan dengan hadis bahwa Allah Ta’ala akan bangunkan rumah yang semisal dengannya, bagaimana mungkin ada rumah bagi manusia seukuran tempat bertelurnya burung qathaah. Apalagi yang lebih kecil dari. Tetapi ini semua menunjukkan, sekecil apa pun peran kita dan keterlibatan kita dalam membangun masjid untuk tempat bersujudnya manusia, Allah ‘Azza wa Jalla akan karuniakan bagi kita rumah di surga jika kita melakukannya benar-benar ikhlas karena Allah. Bukan untuk bermegah-megahan.

Suasana ruangan bagian dalam musholla SGB yg begitu sesak ketika shola Id

Dari Anas radhiyaLlahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِى الْمَسَاجِدِ

“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga manusia berbangga-bangga dalam membangun masjid.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i dan Ahmad).

Inilah masjid yang membangunnya tidak berpahala, memugarnya tidak membawa kebaikan. Tidak ada yang didapatkan dari masjid tersebut kecuali kebanggaan, sementara masjidnya jauh dari hidayah. Ketika itu orang berlomba-lomba memegah-megahkan masjid, tetapi tidak membangun manusia, tidak membina jama’ahnya.

Sangat berbeda antara memegah-megahkan masjid dengan membangun masjid yang megah untuk meninggikan syiar dan memenuhi kebutuhan yang memang sangat penting untuk diperhatikan. Masjidil Haram misalnya, memang harus megah karena jama’ahnya yang luar biasa banyak. Tetapi pelajaran pentingnya dari hadis tersebut, tidak setiap masjid sama nilai dan kemuliaannya.

Masjid yang paling mulia pun yang kita tidak diperkenankan berpayah-payah menghimpun tenaga dan dana untuk bepergian jauh khusus rangka ‘ibadah, kecuali hanya ke tiga masjid saja, yakni Masjidil Aqsha, Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Itu pun ketiga memiliki nilai berbeda dalam hal pahala shalat maupun melakukan ibadah lain di dalamnya.

Maka selain berbenah menata niat agar benar-benar liLlah, semata karena Allah ‘Azza wa Jalla, juga perlu memperhatikan nilai dan keutamaan dibangunnya masjid di tempat itu. Apa yang menentukan nilai dan keutamaan dibangunnya masjid? Mendesaknya keperluan membangun masjid bagi selamatnya aqidah dan tegaknya syiar Islam, serta bagaimana dihidupkannya masjid itu setelah berdiri. Sesungguhnya nilai dari mafhash qathaah terletak pada dihidupkannya tempat bertelur tersebut untuk melahirkan generasi; dierami dan ditunggui induknya yang jantan maupun betina sampai anak-anak burung qathaah itu dapat dilepaskan untuk hidup sendiri. Tak pernah begitu banyak, burung qathaah biasanya bertelur hanya tiga butir dengan jarak dua hari dari tiap-tiap telur. Sesudah terkumpul tiga lalu dierami sampai menetas.

Kegiatan rutin TPA (Taman Pendidikan Al Quran) sebagai salah satu sarana dalam menanamkan nilai-nilai islam

Pelajaran apa yang dapat kita ambil? Di antara hidupnya masjid ialah berlangsung proses penyiapan generasi muslimin untuk menjadi kader-kader dakwah yang mempersiapkan diri di setiap posnya masing-masing. Dan inilah yang saya lihat hidup di Masjid SGB Utrecht saat ini. Saya menaruh harapan sangat besar bahwa dari sini akan komunitas kecil, fi’ah qalilah, yang berperan besar hingga dakwah meluas di Eropa. Pada sisi lain, semoga itu semua mengalirkan pahala berlimpah yang tak putus-putus bagi siapa saja yang turut terlibat dalam upaya menegakkan masjid yang sekarang sedang diupayakan untuk dibangun, bukan hanya untuk shalat lima waktu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan atau anak shalih yang mendo’akan (orang tua)nya.” (HR. Muslim).

Sumber: dikutip dari instagram ust. M.Fauzil Adhim https://www.instagram.com/p/B1nmACQHhd3/?igshid=vp5uzb0xvzhr


Comments

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *

Deze site gebruikt Akismet om spam te verminderen. Bekijk hoe je reactie-gegevens worden verwerkt.

nl_NL