Testimoni untuk (Panitia) Kalami

Kalami 2023 baru saja usai. Menurut panitia dan event organizer, konon kali ini tahun pemecah rekor dalam hal: (1) jumlah dan demografi peserta yg hadir dan (2) antusiasmenya. Saya pikir, ada dua alasan utamanya. Pertama adalah pemateri yang dihadirkan, yakni Ustadz Adi Hidayat, da´i yang tak diragukan lagi kefaqihan ilmunya dan kefasihan penyampainnya. Alasan kedua, kinerja panitianya.

Pesertanya berjumlah sekitar hampir 400 orang dari berbagai wilayah Eropa, bukan hanya yang berdomisili di Belanda, tapi juga dari Skandinavia bahkan Amerika. Dan tentunya Indonesia, karena pematerinya berdomisili di Indonesia. Terkait antusiasme; lebih dari 50% kuota peserta terjual dalam kurun waktu kurang dari 60 menit, padahal pendaftaran dibuka pukul 00.00 waktu setempat. Bahkan, panitia terpaksa menutup pendaftaran kurang dari 12 jam setelahnya. Lebih dari itu, para pejuang waiting list masih setia menunggu dengan sabar; siapa tahu berjodoh dengan kesempatan langka ini, siapa tahu ada yg tiba tiba membatalkan tiketnya, siapa tahu siapa tahu…

Dan memang siapa yang tahu, meskipun visa kedatangan pemateri sudah terkonfirmasi disetujui, visa dan paspor belum bisa langsung diambil secara fisik di kedutaan Belanda di Jakarta. Jadwal Ustadz Adi Hidayat pun perlu penyesuaian. Itulah sebabnya, acara harus diundur 2 pekan. Itulah rencana Allah. Banyak peserta yang sudah terlanjur ada agenda lain, bekerja, acara keluarga, janji lain, sehingga membatalkan tiketnya. Penantian para pejuang waiting list pun berbuah manis. Di sisi lain, peserta yang sudah terlanjur booking hotel untuk tanggal 16-17 September di Utrecht tetap datang dan bersilaturahmi dengan para panitia. Berkenalan dengan organisasi SGB, bahkan berpartisipasi aktif menjadi waqif proyek mozaik. Allah lah sebaik baik perencana.

Fast forward. Acara kalami berlangsung. Beberapa peserta keukeuh datang dua kali, pertama di tanggal 16-17 September dan tanggal 30 September-1 Oktober, meskipun bukan penduduk Belanda demi menyimak acara ini.

Syukur tak terkira karena akhirnya kami sekeluarga dapat menikmati Kalami lagi dengan hati gembira. Termasuk si sulung yang berkesempatan murojaah secara pribadi dengan Ustadz Adi Hidayat. Dan si bungsu yang ikutan naik ke panggung (asyik manjat dan lompat sampai jatuh diberikan tepuk tangan oleh Sang Ustadz dan seluruh peserta). Ayahnya pun yang meskipun ada sisa lelah setelah menyetir 500 Km tetap asik menyimak tanpa kantuk. Energi positif yang luar biasa.

Ini bukan Kalami pertama kami. Kalami pertama masih bernama Kajian Musim Semi, diadakan tahun 2016 di sebuah masjid di area Rotterdam. Formatnya mabit, menginap di masjid. Tahun 2016, pembicara nya adalah tokoh masyarakat muslim di Belanda. Tahun 2017, pembicaranya Ustadz Salim A. Fillah, masih di Rotterdam dengan format serupa. Tahun 2018, Dr. Saiful Bahri , sudah berganti di Masjid Ulu Cami Utrecht. Tahun 2019 di tempat yang sama, dengan Ustadz Fauzil Adzim. Tahun 2020-2021 sempat vakum karena pandemi. Tahun 2022 saya tidak hadir karena jadwal mudik ke Indonesia. Tahun ini, di masjid Ulu Cami Utrecht, menghadirkan Ustadz Adi Hidayat.

Saya tak akan bercerita banyak tentang isi kajian dan sebagainya, karena sudah pasti bisa disimak di kanal Youtube Stichting Generasi Baru. Saya hanya ingin menyampaikan kekaguman kepada kinerja panitia dan event organizer, yang merupakan alas an kedua kesuksesan acara ini.

Salut kepada seluruh panitia kalami. Yang meskipun akrobatik, menurut curhat sang ketua panitia, tetap bermain apik dan berkoordinasi dengan rapi dan cekatan. Saya menyaksikan sendiri, ini bukan hasil sulap semalam. Ini keterampilan dan kekuatan hati pun pikiran yang terbangun bertahun-tahun, dan bertahap.

Tampaknya benar adanya, bahwa nama adalah doa. Para pengurus SGB (Stichting Generasi Baru), salah satu event organizer Kalami, betul-betul menyiapkan generasinya untuk  kelak melanjutkan estafet dakwah ini. Bocah bocah yang dulu saya lihat masih berlarian kesana kemari, yang dulu dikirim orangtuanya merantau ke pesantren di Indonesia dan membuat ibunya menangis haru biru, yang dulu masih berebut Lego, yang dulu masih dititipkan di penitipan anak, sekarang telah hadir sebagai panitia. Telah berkontribusi. Membantu apa saja yang bisa dikerjakan, mulai dari pendaftaran hingga mengasuh anak-anak. Terlihat kecil, tapi ini langkah nyata kaderisasi. Generasi baru itu kini telah bertunas, kelak akan berbuah tumbuh subur.

Saya yakin, Kalami akan menjadi acara tahunan yang selalu dinantikan. Bagai oase untuk jiwa yang dahaga, menghadirkan kesejukan musim semi di tengah gersangnya spiritualisme di Eropa.


Yosi Ayu Aulia (peserta setia Kalami, saat ini berdomisili di Jerman, penulis blog www.yosayaulia.com).


Comments

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *

Deze site gebruikt Akismet om spam te verminderen. Bekijk hoe je reactie-gegevens worden verwerkt.

nl_NL